Aktifitas Baru Itu Bernama Canyoning

Posted by on Wednesday, January 29, 2014



Canyoning adalah aktifitas yang berbasis pada penelusuran sungai, ngarai, dan air terjun serta menyatukan beberapa variasi teknik seperti scrambling, rappelling, abseiling, river-hiking, cliff jumping, dan swimming. Canyoning diawali dari Perancis dan negara-negara Eropa lalu berkembang ke Amerika dan seluruh dunia. Awalnya, canyoning lebih ditujukan untuk penelitian hidrologi, meteorologi, dan penelitian lain. - Sebagian informasi yang saya dapat setelah browsing di internet dengan keyword "canyoning".




Telaga Putri dengan kearifan lokalnya.

5 Desember 2013. Awal bulan di penghujung tahun, beberapa hari lalu aku kembali mendapat undangan dari Baturraden Adventure Forest (BAF) untuk mencoba canyoning. Kali untuk mencoba paket canyoning yang mereka tawarkan. Istilah itu memang tidak asing mengingat aku telah menggeluti panjat tebing. Tapi jujur, aku pernah mencobanya. Dan tawaran itu jelas membuatku cukup tertarik.
Jalan yang dilalui menuju entry point.

Pagi itu aku berangkat dengan temanku Satrio Hapsoro, teman satu kosanku Jalom Norr, dan teman satu komunitas Wiwit Yuni. Dua orang dari BAF menjadi pemandu kami, yaitu Hadi dan Sardi. Perjalanan dimulai dari lokasi BAF menuju entry point (titik masuk). Untuk menuju Entry point, kami harus melewati semak dan rerimbunan bambu di tengah hutan heterogen. Kami juga melewati Telaga Putri yang nantinya akan menjadi exit point (titik keluar) kami.
Berhenti untuk menikmati keelokan Curug Putri.

Telaga bening yang menjadi entry point kami berupa air terjun lebih dua uluh meteran dengan kolam kecil berair jernih di bawahnya. Air terjun itu merupakan salah satu sumber mata air yang menyatu pada aliran Sungai Pelus. Sungai Pelus adalah sungai yang membelah Kota Purwokerto bagian timur, sedangkan hulunya berada di Kecamatan Baturraden dan masuk dalam salah satu wilayah BAF.
Melewati semak belukar.

Melintasi pohon rotan yang tumbang.

Di titik itu kami harus menuruninya dengan teknik rappelling. Bagiku yang sudah familiar dengan aktifitas semacam itu terasa cukup biasa. Tapi bagi Rio dan Jalom yang mungkin baru pernah melakukannya, mereka tampak harus menyesuaikan diri. Tak terkecuali dengan Wiwit.
Memasang hanger di entry point, bolt warisan Tedi Ixdiana. Pembuat jalur panjat tebing berskala dunia. 

Entry point.

Di dasar air terjun, di tepian Telaga Bening aku memandangi tebing di kanan dan kiri kami. Tebing yang tertutup semak belukar dan tanaman paku lebat khas hutan hujan tropis membuatku tercengang. Selama aku menjelajahi hutan, inilah tingkat terendah dari dasar hutan yang pernah ujelajahi. Pemandangan yang tak lazim bagiku, dengan keindahan yang tak lazim pula.
Rappelling Curug Bening.

Rappelling Curug Bening.

Sebelumnya, aku membaca artikel canyoning dari majalah National Geographic yang mengulas tentang canyoning di Australia lengkap dengan foto-foto yang menggiurkan. Aku tak menyangka menemukan pemendangan yang tak jauh berbeda di kotaku. Benar-benar surga tersembunyi.
Di tengah lintasan Curug Bening.

Cukup lama pemandangan itu membuaiku sebelum akhirnya kami beranjak menyusuri aliran Sungai Pelus. Sepanjang perjalanan kami menjejakkan pada bebatuan andesit yang licin tertutup lumut. Sesekali kami harus menceburkan diri pada kubangan air yang tercipta dari aliran air yang terperangkap bebatuan.

Aliran sungai Pelus berair jernih dengan suhu yang kuperkirakan sekitar enam belas hingga delapan belas derajat celcius. Begitu jernihnya hingga aku dapat melihat udang-udang yang bergerak di dasar sungai. Kedalam air bervariasi dari sedalam mata kaki hingga sepinggang. Tetapi di balik ketenangan itu, aku yakin sungainya akan meluap dan menjadi ganas saat banjir datang. Cukup sering aku mengunjungi BAF, dan beberapa kali aku mendapati air bah yang dalam hitungan menit merubah aliran Sungai Pelus menjadi aliran keruh yang siap meghanyutkan apapun. Tidak mengherankan mengingat itu adalah karakter hulu sungai-sungai hutan hujan tropis.
Berpose sebelum cliff jumping Curug Putri.

Hampir tiga jam perjalanan kami melintasi terjalnya dasar Sungai Pelus. Gerbang batu menyambut kami yang mengharuskan kami merunduk untuk melintasinya. Tak ada nama yang diberikan penduduk lokal untuk tempat itu. Mungkin karena tak terjamah, kecuali oleh para canyoneer amatir sebelum kami. Tetapi bentuknya cukup unik. Pada kontur sungai yang menyempit selebar sekitar delapan puluh sentimeter terdapat sebuh batu yang terjepit menyisakan lorong selebar setengah meter. Entah telah berapa puluh atau ratus tahun batu itu berada di tempatnya. Satu per satu dari kami pun merangkak di bawahnya.

"Sekitar dua puluh meter ke depan adalah pintu keluar", kata pemandu kami.
Curug Putri.
Dan curug setinggi lima meter pun menyambut kami. Kami berada tepat di atas telaga putri, exit point yang telah kami lalui tadi. Ada sedikit cerita lokal tentang telaga dengan lebar tak lebih dari lima belas ini. Masyarakat setempat mempercayai bagi mereka yang kesulitan jodoh, akan cepat mendapat jodoh jika mandi di telaga ini pada malam-malam tertentu. Tradisi itu memudar seiring perkembangan zaman, terlebih setelah menjadi kawasan BAF. Apakah aku percaya? Aku lebih percaya jodoh itu mudah datang jika sering berada di kampus. Haha.

Di telaga ini Satu per satu dari kami lompat dari atas air terjun menyisakan Rio dan Wiwit yang ragu-ragu untuk ikut terjun. Cukup lama hingga keduanya memutuskan untuk tidak cliff jumping. Terpaksa guide kami memasang tali untuk rappelling melalui anchor hanger yang telah dipasang.

Terinspirasi dari artikel tentang canyoning yang pernah aku baca di Natioanl Geographic, aku sangat yakin tentang masa depan aktifitas ini. Di Indonesia, atau setidaknya di Baturraden. Melalui perbincangan singkat, akun Twitter @Canyoning_ID pun tercipta. Yang menjadi langkah awal bagi kami untuk kembali melakukan aktifitas serupa. Entah itu hobi, atau apapun itu.

Leave a Reply