Canyoning Curug Lawe Purbalingga

Posted by on Tuesday, January 20, 2015

Indonesia memiliki wilayah geografis yang beragam. Lihatlah lebih dekat di sekitarmu, maka kamu akan menemukan perbedaannya.


29 Okteober 2014. Tulisan ini dimulai dengan mirisnya kamera yang mati kehabisan baterai di tengah eksplorasi kami di Curug Lawe Purbalingga. Curug Lawe berada di bagian utara Desa Tanalum Rembang Purbalingga. Ada dua jalan menuju Curug dengan ketinggian sekitar lima puluh meter tersebut. Yaitu melalui Desa Rembang maupun melalui Kecamatan Watukumpul Pemalang.

Namun demikian, akses dan lama perjalanan membuat curug ini tetap tidak terjamah oleh pengunjung. Akses yang paling mudah ditempuh menuju Curug Lawe adalah melalui Desa Tanalum. Melalui jalan kecil menanjak yang berada di sebelah barat Curug Karang. Demikian juga informasi awal yang aku dapat cdari warga sekitar sebelum mengetahui lokasi curug tersebut. 

Melalui sebuah kawasan hutan pinus Perhutani, perjalanan kami tempuh. Sebelumnya, tanjakan menanjak sejauh dua ratusan meter telah kami lalui. Berupa jalan setapak yang membelah semak pandan. 

Kawasan hutan pinus di wilayah ini cukup lembab. Jalan setapaknya berliku licin dan berkerikil. Kami berjalan sekitar dua jam tanpa jeda. Dua orang penyadap getah pinus yang kami temui meyakinkan kami menuju arah yang benar. Vegetasinya cukup unik yang tampak dari jenis-jenis burung dan bermacam renik seperti siput dan serangga-serangga kecil. 

Selain itu, batang-batang pohon yang tumbang tetap dibiarkan menjadi media bagi tumbuhnya lumut-lumut dan mos. Serta dedaunan pinus yang berserakan menjadi tempat tumbuhnya jamur yang subur.

"Kalau sudah keliatan sungai di sebelah kanan, nanti ada jalan setapak yang putus. Dari situ mesti menyasak karena jalannya jarang dilalui. Kalau yang keliatan di sebelah kanan di seberang sungai itu namanya Curug Nagasari", kurang lebih seperti itu petunjuk dari seorang penyadap getah yang terakhir kami temui. Itu sekitar setengah jam yang lalu.

Dan benar saja, kami sampai jalan setapak yang terhenti di semak pepohonan lengkuas. Kami meyakinkan jika kami berada di jalan yang benar walaupun rumput setinggi lutut menutupi setapak di depan kami. Kami hanya berpatokan pada suara gemuruh yang berada di belakang bukit.

Aku meminta Fahmi dan Tice untuk menungguku untuk mengecek asal suara gemuruh. Keduanya adalah adik kelasku di SMA sesama anggota sispala SMA-ku. Jika memungkinkan, kami akan meneruskan eksplorasi kami.

Sekitar dua ratusan meter dari lokasi itu, saya meilhat curug menjulang yang tertutup barisan pohon pisang. Dan inilah Curug Lawe yang dimaksud warga lokal. Fahmi dan Tice menyusulku. 

Curug ini memiliki ketinggian sekitar lima puluh meteran, di bagian bawahnya terdapat sebuah kolam kecil dengan diameter sekitar dua puluhan meter, dalamnya hanya selutut. Dari posisinya dan alat yang kami bawa, tampaknya tidak memungkinkan untuk kami turuni. Tujuan awal kami memang untuk mensurvey kelayakan lokasi ini untuk canyoning.

Kami meneruskan eksplorasi di bagian bawah Curug Lawe, masuk melalui sebuah aliran sungai kecil yang tertutup rerimbunan pohon. Aliran ini nyaris tidak terlihat tertutup kanopi pohon yang sangat rapat. Kami belum tahu apakah yang akan kami temui dari aliran kecil Curug Lawe yang membawa kami.

Ternyata sebuah surga kecil ada di hadapan kami, sebuah aliran dengan kolam-kolam bertingkat lima menyambut kami. Lekuk-lekuk dindingnya tampak "seksi", terbuat dari struktur batu andesit. Semuanya tampak hijau. Cahaya matahari yang masuk menembus dedaunan berpendar berwarna lembayung ditambah lumut yang menutupi andesit kehitaman. Debit airnya cukup kecil dengan ketinggian curug di antara kolam yang cukup beragam. Dari tiga meter hingga sepuluhan meter



Teknik rapelling dengan releashable system kami gunakan. Celah batu dan batang pohon kami gunakan sebagai anchor. Di curug terakhir, sebuah cimney (celah batu) selebar setengah meter menjadi wahana sliding yang menyenangkan. Ketinggiannya sekitar lima meter. 


Dan... Tepat di lokasi itu baterai kamera yang aku gunakan mati. Sial. Aku mengumpat.

Bagaimana tidak, di akhir aliran itu, kami masuk ke dalam aliran Sungai Karang yang cukup lebar. Kontur sungainya melebar dengan debit air yang cukup besar. Lansekap yang mengesankan kami temui. Tetapi, ah. Sudahlah. Tak perlu aku ceritakan karena tidak ada foto yang dapat menggambarkannya.

Dan... Eksplorasi kami terbit di dua edisi harian lokal.



One Comment

  1. Amazing, Keren banget mas. Saya ijin pakai salah satu gambarnya untuk posting di blog saya. Terima kasih.

    ReplyDelete