Indoslackline di Purwokerto Bersatu

Posted by on Sunday, July 28, 2013


Minggu, 23 Juni 2013. Hari itu merupakan hari kedua aku berada sebuah event yang bagiku paling menarik sejak awal tahun lalu. Sebanyak lebih dari 23 komunitas di Purwokerto hadir dalam sebuah acara, Purwokerto Bersatu. Tak terkecuali Indoslackline. Aku memasang dua line di salah satu sudut Taman Rekreasi Andhang Pangrenan (TRAP)Purwokerto dan selama dua hari ini aku mempertunjukkan gerakan trickline yang aki bisa. Dari pukul sembilan pagi, hingga pukul sepuluh malam. Tak lupa Spanduk Elephant Slacklines dan Couchsurfing menjadi background. Dan berharap pengunjung tertarik dengan slackline.

Entah kenapa hari ini aku merasa sangat lelah, tak seperti biasanya. Bukan karena mengabaikan makan dan istirahat. Nampaknya aku memang sedikit memaksakan di tengah Kelelahan ini. Tetapi semuanya tidak aku hiraukan karena event itu terasa sangat menyenangkan. Hari berikutnya, aku sama sekali tidak bisa bergerak dari tempat tidurku. Saudaraku menjemputku pulang ke rumahku. Berkali-kali muntah di tengah perjalanan dan sedikit menyadari ada yang tidak beres dengan badanku.

Kunjungi video Indoslackline di Purwokerto Bersatu di sini :




Pertama kali seumur hidup ada selang dalam tanganku.
 Ibuku memaksaku ke dokter, walaupun sebenarnya aku menolaknya karena pastinya aku akan menghadapi salah satu hal yang paling menakutkan dalam hidupku. Jarum suntik. Dan benar saja, dokter memintaku untuk melakukan cek darah. Hasilnya, virus typhus terdapat dalam darahku dengan skala 640 dari batas maksimal 680. Sungguh mengejutkan karena virus typhus dalam tubuhku telah melebihi rata-rata. Tak hanya itu, liverku telah mengalami pembengkakan karena penyakitku telah mencapai stadium lanjut. Dokter menduga aku telah terjangkiti virus ini sejak sekitar dua minggu sebelumnya, ia lebih terkejut bagaimana aku bisa mengabaikan sakitku selama itu.

Pada acara itu aku menjadi pembicara, dan aku mulai merasa ada yang tidak beres degan badanku.
 Di event Couchsurfing itu, aku sudah merasa ada yang tak beres dengan badanku, tetapi aku mengabaikannya. Aku tak menyangka itu adalah sebuah bom waktu. Hingga saat ini aku masih dalam proses pemulihan kesehatanku.

***

Purwokerto - Sebuah Catatan Singkatku

Purwokerto adalah kota kecil di sebelah selatan Jawa Tengah, terletak di kaki Gunung slamet dengan penduduk sebanyak 249.705. Sebagian dari warga Purwokerto adalah pendatang. Kemajuan dan akses informasi di kota ini cukup terbantu dengan adanya beberapa universitas. Budaya untuk saling berbagi telah tumbuh di kota kecil yang mendambakan ketenangan ini. 

Semangat dan kreativitas pemudanya tercermin dari berbagai komunitas dan pergerakan yang tumbuh di kota ini. Tak sulit untuk mengenal satu sama lain, karena hampir semua komunitas berjejaring dan tumbuh dari satu akar. Itulah sebabnya tak sulit untuk belajar dan bertukar ilmu satu sama lain. Dengan semangat kolektif di kota ini, pelajaran tentang kreativitas berharga gratis!

Di kota ini pula aku belajar tentang seni dan kolektivitas. Sumbangsihku terhadap kota ini adalah beberapa komunitas - terutama seni visual - di mana aku terlibat dan membantu kelahirannya. Kelas fotografi Kebon Kopi dan Pondok Seni, Angon Foto Banyumas, Refleksi FISIP Unsoed, BAWOR Street Art, Komunitas Seni Visual Krigan, dan Scratch Victim Hand Drawing Community.

Sebagian tumbuh dan berkembang walau aku sudah tidak aktif di dalamnya. Sebagian lagi mati termakan usia. Saat ini aku lebih fokus di Indoslackline dan Couchsurfing Regional Purwokerto. Walaupun Purwokerto bukan kota kelahiranku, tetapi entah kenapa aku lebih mencintai kota ini. Dan tentunya, aku bangga terhadap kota ini.

***

Purwokerto Bersatu, Temu Komunitas dan Hobiis Banyumas



Poster acara Purwokerto Bersatu.
 Di kota kecil yang padat komunitas ini, rasanya sebuah event yang dapat mempersatukan seluruh komunitas di Banyumas tampaknya adalah suatu keharusan. Mengingat kita berkomunitas bukan untuk eksklusifitas, tetapi untuk berkembang dan bergenerasi. Walau sedikit terlambat, tetapi kesadaran itu tampaknya mulai tumbuh. Dengan digawangi beberapa aktivis musik, digelarlah event Purwokerto Bersatu Rongewutelulas (baca: dua ribu tiga belas)

"Awal dari Purwokerto Bersatu adalah pada saat musisi lintas genre di Purwokerto sepakat untuk membuat sebuah wadah dan menggabungkan dirinya ke dalam sebuah komunitas baru bernama KOMPOR (Komunitas Musik Purwokerto) pada awal tahun 2010.

Poster acara Purwokerto Bersatu tahun 2010.

Artwork-ku yang menjadi background poster dan booklet Purwokerto Bersatu Rongewutelulas.
Kompor kemudian merumuskan sebuah konsep acara musik, di mana baik pengisi maupun penyelenggaranya adalah para musisi itu sendiri. Sepakat dengan konsep tersebut, KOMPOR kemudian menyelenggarakan sebuah acara bertajuk "Purwokerto Bersatu" pada 13 Juni 2010."

"Kini, tiga tahun berselang setelah gelaran Purwokerto Bersatu 2010, kami kembali dengan semangat baru. Dalam perjalanan kami yang masih singkat ini, kami masih saling menjaga hubungan silaturrahmi antar komunitas yang terjalin selama ini.

Kerinduan akan kerjasama yang telah kami jalin pulalah yang akhirnya mencetuskan sebuah gagasan untuk menggelar sebuah acara bersama bertajuk "Purwokerto Bersatu Rongewutelulas". Sebuah jang temu bagi pegiat seni, komunitas, dan hobiis di mana satu sama lain akan saling melengkapi kegiatan ini.'

- Dikutip dari prolog booklet acara Purwokerto Bersatu Rongewutelulas dengan sedikit editing di bagian keredaksionalan.

Booklet Purwokerto Bersatu Rongewutelulas.

Profil Indoslackline dalam booklet Purwokerto Bersatu Rongewutelulas.
***

Dengan total lebih dari 25 komunitas, 30 seniman kontemporer, dan 6 seniman tradisional menjadi bagian dalam acara yang digelar 22-23 Juni 2013 ini. Tak hanya itu, Purwokerto Bersatu tampaknya merupakan realisasi dari sebuah ide yang lebih besar disamping tujuannya untuk mempertemukan komunitas dan hobiis di Purwokerto (Banyumas, pada umumnya).
ID card Purwokerto Bersatu Rongewutelulas.
Cobalah tengok ke group mereka di Facebook di sini. Kalian pasti akan menemukan foto-foto dokumentasi panitia yang mengunjungi berbagai pihak dan tempat yang terkait dengan budaya dan kearifan lokal. Bagiku, ini terlihat seperti sebuah usaha merunut kepingan sejarah Banyumas dalam skala kecil.

Apresiasi lainnya adalah bagaimana panitia mencari dana untuk memenuhi kebutuhan operasional serta mempromosikan event ini. Selama dua bulan sebelum acara ini, panitia menggelar "ngamen" di enam tempat setiap malam. Sungguh suatu upaya menurutku melelahkan sekaligus mengejutkan. Aku sendiri dua kali menjadi bagian dari acara ngamen tersebut, yaitu dengan mempresentasikan Indoslackline di Caffee @lounge dan Breadtoast Purwokerto. Aku yang mendapat ajakan untuk berpartisipasi melalui Indoslackline sejak awal rencana event ini telah memprediksi bahwa event ini akan menjadi salah satu event terbesar Banyumas.

Poster acara Road to Purwokerto Bersatu Rongewutelulas.

Pada event Purwokerto Bersatu sendiri, Indoslackline mendapat tempat di sebelah utara
TRAP. Berada di bawah aritektur daun yang menjadi icon TRAP, Indoslackline berbagi tempat dengan komunitas BMX dan skateboard. Dibanding sebuah komunitas, event lalu lebih tampak seperti one man show mengingat sebagian besar anggota Indoslackline tengah bertanding dalam kompetisi panjat tebing. Sebagian lainnya bahkan menjadi tim panitia event ini.

Indoslackline mandapat tempat bersama pegiat olahraga ekstrem.
 Event yang menyedot perhatian pengunjung hingga ribuan orang dalam dua hari tersebut cukup memberi keuntungan bagi kami. Cukup banyak pengunjung yang mengapresiasi Indoslackline, penasaran untuk bertanya, bahkan sebagian tertarik untuk mencoba. Tak hanya itu, cukup banyak pengunjung yang sangat antusias untuk ikut berlatih slackline.

Pengunjung yang mencoba slackline.
Pengunjung yang mencoba slackline.
Bagiku, event itu sangat berarti walaupun harus berakhir dengan lima hari menginap di rumah sakit. Aku sendiri sangat menunggu event yang "twisted emotion" tersebut di tahun-tahun mendatang. Semoga kita akan melihat bagaimana dinamika berkomunitas dan bersosial melalui temu komunitas ini di waktu yang akan datang.
Rage the line.

Rage the line.

Rage the line.
Bersama crew Purwokerto Bersatu Rongewutelulas.
Foto-foto oleh : Billy Kamajaya dan Dina Dinotz
Artwork courtesy by Purwokerto Bersatu Rongewutelulas

Leave a Reply