Festival Petualang Nusantara Part 1

Posted by on Thursday, November 14, 2013


Longline adalah perpaduan dari konsentrasi, kekuatan otot bahu, serta otot perut yang kuat. Tetapi di atas semua itu, tubuh dan pikiran adalah instrumen. Kemauan keras untuk tetap berjalan di atas tali adalah yang paling utama.




Ketinggian setup longline.
Jumat, 8 November 2013.
Akhir tahun ini menjadi salah satu akhir tahun tersibuk dalam hidupku. Banyak agenda dan event yang digelar bulan ini. Bahkan beberapa event bertumpuk di hari yang sama, membuatku extra keras membagi waktu. Festival Petualang Nusantara (FPN) menjadi salah satu agenda yang cukup menyita konsentrasiku. Belum lagi Couchsurfing Purwokerto mengadakan seminar traveling. Beruntung beberapa teman membantu pelaksanaan seminar ini, sehingga aku hanya perlu mengorganisir dengan sedikit pekerjaan teknis.
Poster Seminar Traveling Couchsurfing.
Dimulai dua bulan sebelumnya, Sadham mengirim informasi tentang FPN yang rencananya akan diadakan di Wana Wisata Baturraden. Event tahunan yang sudah berjalan tiga kali ini kesempatan bagi slackline untuk dapat berpartisipasi. Email yang kukirim kepada panitia berbalas cepat, beruntung panitia memberi kami stand untuk slacklining. Lalu disepakati Sadham, Pandhu, Arka, Yusak, dan aku untuk mewakili event nasional itu.
Poster Festival Petualang Nusantara 2013.
Hujan yang turun sejak pagi di hari H yang cukup membuat frustasi, padahal sejak tiga hari sebelumnya Purwokerto terang benderang. Tengah hari, aku dan Arka yang sampai di Purwokerto sehari sebelumnya berencana mengambil matras milik Pengcab FPTI Banyumas di GOR Satria Purwokerto. Sialnya, mobil bak yang kupinjam macet karena air hujan. Rencana yang kupikir sudah matang menjadi berantakan, terlebih mobil cadangan milik temanku juga masuk bengkel. Hingga pukul tujuh malam semua rental mobil bak telah tutup dan masalah matras belum terselesaikan.

Setelah menjemput Pandhu dan Sadham di Terminal Purwokerto, kami masih mencari cara untuk mengangkut matras ke Baturraden. Yusak yang iseng membuka koran lokal menemukan nomor telepon taxi barang yang kemudian menjadi penyelamat kami, membuyarkan bayangan tentang tricklining tanpa matras yang bakal membosankan dan monoton. Pukul sembilan malam kami bisa menghela nafas lega di tengah keriuhan musik reggae di venue FPN.

Sabtu, 9 November 2013.
Dangdut koplo bertempo cepat menjadi pengiring stretching dipandu instruktur yang berbobot -mungkin- enampuluh kiloan mengawali hari pertama FPN #3 . Dilanjutkan acara ice breaking yang cukup mencairkan suasana. Kami tidak sabar untuk mencoba Freak Lines 25 meter dengan double ratchet setup, dan langsung mencari spot tricklining begitu acara selesai. Banyaknya pilihan pohon sebagai anchor, 2 buah matras 15 cm ukuran 2X2 meter, serta partner berlatih yang seimbang adalah penyemangat kami para trickliner untuk mencoba dan saling menunjukkan trick-trick kami.
Sadham : Cross Grab & Backside Chestbounce.

Sadham : Line Grab & Squirell Grab - Chest Bounce.
Satu-satunya kendala adalah kontur tanah di sekitar Wana wisata Baturraden yang menurun membuat bouncing kami terasa kurang. Beberapa kali bongkar-pasang, tetap terasa kurang maksimal.
Yusak : Chest Bounce & butt Bounce.
Rekor Longline Pribadi 

Sementara yang lain melompat dan berputar di atas matras, aku sendiri merenggangkan si gajah biruku, Blue Wing, line satu inchi dari Elephant Slackline. Rigging yang dipasang di antara pohon dengan jarak 30 meter lebih berhasil kutaklukkan sejak pertama kali mencoba. Onsight pun berhasil kuraih. Ini berarti rekor pribadi longline keduaku, namun belum bisa menggeser rekorku di depan Benteng Vastenburg Solo dengan lintasan lebih dari 50 meter (Blue Wing 50 meter+extensi setup pulley system).
Arka, Sadham, & aku di atas Si Gajah Biru : 35+ meter.
Menamatkan lintasan sebanyak tiga lap sudah cukup walaupun semakin aku mencoba, lintasan terasa semakin bersahabat. Selebihnya tricklining menjadi menu utama di hari kedua ini. Selain stand Indoslackline, FPN padat dengan acara dan beberapa stand lain. Stand-stand tersebut antara lain komunitas pelestari ular Sioux, Yayasan Survival Indonesia, Tree Climber Indonesia, himpunan speleologi (Ilmu keguaan) Indonesia Hikespi, WWF Indonesia, komunitas Land rover Cantigi, dan beberapa stand lain.
Dari kiri ke kanan : Pandhu, maskot FPN : Baron, & Yusak.
Aku menyempatkan mampir ke stand Hikespi yang sedang mempraktekkan Single rope Technic (SRT) dan simulasi turun-naik gua dengan teknik Frog Trick. Secara teknis aku paham tentang metode ini, karena ini yang aku lakukan saat memotret panjat tebing. Hanya saja beberapa perbedaan equipment yang digunakan serta teknik lanjutan memerlukan sedikit penyesuaian.
Sadham : Backflip Dismount.
Minggu, 10 November 2013.
Aku terbangun dengan badan sedikit pegal, terutama bahu dan perutku. Tak seperti hari sebelumnya, tak ada antusiasme peserta FPN untuk mengikuti stretching. Disebabkan door prize yang juga tak ada. Sebagian peserta justru dalam perjalanan pulang dari Puncak Sikunir Dieng yang berangkat tengah malam tadi. Jadilah kami peserta dan panitia sibuk dengan agenda kami sendiri. Tree Climber Indonesia dan Hikespi pun telah meng-cleaning equipment mereka dari petak pepohonan yang hari sebelumnya menjadi area simulasi. Makin banyaklah arena bermain kami, dan tidak butuh waktu lama bagi kami untuk mendapat spot terbaik untuk tricklining.
Arka : Atomic Butt Bounce, Line Kick, & Buddha Bounce.
Arka yang tampak bereksperimen paling maksimal hari itu, trick budha bounce dan 360 berulang kali dicobanya. Sadham masih dibuat penasaran dengan trick combo back bounce ke chest bounce. Yusak terus mencoba melancarkan chestbounce-nya. Sedangkan aku? Aku lebih tertarik menambatkan si gajah biru di lintasan yang lebih panjang. Lintasan yang membelah lapangan belakang pendopo Wana Wisata Baturraden telah aku incar sejak kemarin.
Arka : Lady Bounce & Nasty Chest Bounce.
Aku : Sick Nasty. Sayangnya saat aku beraksi fotonya selalu tidak maksimal... :'(

Rekor Pribadi. Lagi.

Angin kencang sempat berhembus menerpa lintasan sepanjang lebih dari empat puluh lima meter itu. Setelah mendapat tensi maksimum dari 4:1 ellington pulley system, aku menjajal ketegangan tali. Sekitar empat kali kucoba dan selalu gagal. aku melepas kaos dan sepatuku, mencoba lebih berkonsentrasi.
Aku di atas si gajah biru : 40+ meter.
Tingkat konsentrasiku terasa cukup tinggi, hingga aku dapat merasakan mataku menatap tajam pada titik anchor. Kelopak mataku memejam dengan intenitas lebih rendah dari biasanya. Begitu juga dengan ritme nafasku yang melambat. Di sisi lain kebutuhan akan energi membuat jantungku berdetak lebih kencang. Aku sangat yakin, energiku akan terkuras habis jika ritme nafasku tidak aku jaga.

Setengah lintasan aku lalui, pandanganku sedikit mengabur. Aku mencoba rileks. Dengan konsentrasi penuh seperti ini, aku dapat merasakan detail perubahan dan rangsangan dari sekitarku. Aku bahkan dapat merasakan keringat yang mengalir di dahi kananku.

Bahuku terasa berat, dan otot perutku terasa kencang. Menjaga keseimbangan, metabolisme tubuh, dan gerak tangan dan kaki adalah hal yang aku perhatikan. Keadaan ini sama persis seperti saat berada di lintasan Vastenburg. Kali ini distrasksinya berupa orang-orang yang lalu lalang di depanku, kadang di bawahku. Sedangkan saat di Vastenburg, angin adalah musuh utama.

Tali yang aku pasang setinggi 1,5 meter membuat ketinggianku saat ini lebih dari dua meter karena kontur tanah yang miring. Ini menjadi salah satu faktor yang membuat Sadham dan Arka tak mau mencoba tali ini. Bagiku, berhasil atau menghadapi resiko cedera jika kita tidak mengontrol posisi jatuh kita. ini sudah terbukti dengan dislokasi tangan kiriku yang masih belum sembuh.
Rehat sejenak.
Godaan terberat lainnya adalah keragu-raguan. Kelelahan dan otot yang terasa pegal adalah batas-batas yang harus kita tekan. Pilihannya, melanjutkan atau gagal.

Bagiku, ini menjadi perbedaan yang fundamental antara highline dan longline. Saat highline, kepercayaan terhadap standar keamanan dan rigging menjadi bekal keyakinan kalian untuk melangkah, disamping meyakinkan diri untuk melumpuhkan ketakutan akan ketinggian.

Kurang dari sepuluh meter sebelum garis finis, timbul perasaan tidak sabar untuk menuntaskan perjalanan ini. Tapi semuanya akan sia-sia jika kita tidak dapat mengontrol emosi kita. Di sisi lain, batas fisik kita melemah membuat tangan dan kaki sedikit gemetar. Tantangan meningkat, sekali lagi manipulasi pikiran kita kembali dibutuhkan. Dan semua perjuangan terbayar di batas akhir lintasan.

Dan inilah longline. Semua ini bukan sekedar berjalan di atas tali, atau menyelesaikan seberapa panjang rigging yang kita bangun. Tetapi tentang bagaimana kita mengontrol pikiran kita serta menembus batas-batas fisik dan mental. Bukan pula tentang pencapaian, tetapi pencarian akan keseimbangan dan memecahkan tantangan alam pikiran kita.
Victims of the week : Sadham&Pandhu (Atomic Shoulder Snap :p)

Dengan native dan pramuka.

One Comment

  1. "Hi!..
    Greetings everyone, my name Angel of Jakarta. during my
    visiting this website, I found a lot of useful articles, which indeed I was looking earlier. Thanks admin, and everything."
    Aktual

    ReplyDelete