Sabtu, 21 September 2013. Purnama menemani perjalananku dengan Ciputra Ade Maharjono, Mahasiswa Ekonomi UNS yang juga anggota MEPA UNS menembus jalanan sunyi Wonosari. Dari kicauan salah satu teman di Twitter siang sebelumnya, saya tahu jika malam itu bulan berada pada titik terdekat dengan equinox, sehingga tampak sangat besar. Saya tidak menyadari efek grafitasi terhadap bumi, yang saya tahu sinar bulan begitu terang hingga kami dapat melihat jelas bukit karst di kanan-kiri kami.
Dua jam sebelumnya kami bertemu di halte bus Trans Jogja Prambanan, meeting point paling strategis bagi aku dan Ciput untuk menghadiri Indonesian Climber Gathering 2013. Lokasinya di Pantai Siung Kecamatan Wonosari Gunung Kidul Jogjakarta. Kami berkendara motor berdua untuk menyusul rombongan lain yang sudah berada di lokasi.
|
Pamflet acara Indonesian Indonesian Climber Gathering 2013. Sejak pertama kali diadakan tahun 2005,
dua kali gagal terselenggarakan. Tahun 2007 dan 2010 karena Bencana Gunung Merapi. |
Tepat dua jam perjalanan hingga kami menyadari ada yang salah dengan rute perjalanan kami. Dan memang, di depan kami terpampang pintu gerbang dengan tulisan besar Pantai Baron. Sudah tujuh-delapan kali aku menuju Pantai Siung, biasanya aku sangat hapal rute perjalanan kami. Hingga jadwal bus atau transportasi lokal menuju Siung, bahkan kondisi sosial untuk hitchhike berdasarkan pengalamanku selama ini.
Obrolan kami seputar fotografi membuyarkan konsentrasiku sebagai navigator, jadilah kami harus merelakan satu jam perjalanan tambahan melewati deretan Pantai Indah. Ada yang berbeda saat kami melewati Pantai Indrayanti, sejak terkahir, entah satu atau dua tahun lalu aku melewati rute ini. Kini, di malam Minggu, aku hampir menemukan sisi lain Pulau Bali di wilayah itu.
Pukul delapan malam lebih akhirnya aku dapat menjabat tangan rekan pemanjat tebing. Banyak wajah yang kukenal dari berbagai sudut Pulau Jawa, dan tentunya anggota MEPA UNS dan
Freeslack Crew Solo. Aku justru tak menemukan satupun pemanjat dari kotaku, Purwokerto. Maklum saja, sebagai tuan rumah Porprov Jateng 2013, mereka dihadapkan pada bejibun tuntutan target juara. Demi itu, latihan ketat sedang mereka jalani.
Sedikit catatan pribadi, gathering kali ini terasa cukup sepi dibanding tahun lalu. Tapi tahun ini aku bertemu banyak pemanjat senior yang tahun lalu justru tak nampak. Kulihat beberapa petinggi Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) pusat hadir di gathering ini, dan juga pemanjat dari Skygers dan Vertical Resque Bandung yang dikenal sebagai macannya sport climbing alam. Bahkan Tedi Ixdiana, pemanjat kaliber dunia yang memecahkan rekor pembuatan 1000 jalur panjat tebing tahun ini. "Kemarin mau berangat ke Padang, tapi gak jadi. Akhirnya berangkat ke sini", ujarnya pada salah satu percakapan kami.
Lebih dari itu, yang menarik dari gathering kali ini adalah slackline yang menjadi bagian dari acara. Walau belum secara resmi dideklarasikan, tetapi setidaknya slackline telah mendapat tempat. Beberapa hari sebelumnya, aku dan Sadham Aulia Rahman menghubungi pihak panitia dan meminta izin untuk menjadikan acara bertajuk Indonesian Gathering 2013 itu sebagai Indonesian Slackline Meeting I. Dengan pertimbangan bahwa sudah saatnya scene slackline Indonesia menggelar acara rutin untuk dapat saling bertemu.
|
Poster by me, photo courtesy by Google (Slackline Blog) |
Tak hanya itu, slackline justru menjadi salah satu perhatian media yang datang ke acara tersebut. Highlining di
Route Jejak Petualang disiarkan oleh beberapa stasiun televisi swasta nasional. Walau tak berada saat highline, tapi aku cukup senang mendengar antusiasme pemanjat dan orang awam yang banyak mencoba highlining.
Cek videonya
di sini.
***
Slacklining hingga tengah malam menjadi acara penutup kami setelah live music dan barbeque party yang diwarnai keributan kecil oleh warga lokal. Kemeriahan di atas tali dibubarkan oleh lampu tembak yang mati karena genset kehabisan bensin. Tenda milik MEPA UNS yang dipenuhi ibu-ibu PKK membuat kami para lelaki tidur beralaskan matras. Sleeping bag maupun sarung yang lupa kubawa pertanda harus tidak melawan kencangnya angin yang ekstrim.
Longline Melawan Angin
Tidur dalam rombongan MEPA UNS bisa berarti fatal atau kalian bisa jadi korban kejahilan mereka. Sungguh. Itu salah satu alasan untuk bangun pagi selain angin yang sangat-sangat kencang. Tapi entah kenapa aku tidak bisa berhenti tertawa jika bersama mereka.
|
Albana trickline. |
|
Nanda Jambul trickline. |
Kopi, biskuit, dan roti bakar menjadi menu sarapan seadanya menemani kami memasang line. Tiga buah line kami pasang di camping ground tepi pantai sebelah lapangan parkir. Freak Line untuk trickline, Rookie Line dikhususkan bagi mereka yang ingin mencoba, dan 50 meter Blue Wing sebagai "menu utama". Line yang kami pasang sepagi itu berhasil menghalau camper dan pedagang yang kini banyak menginvasi camping ground, padahal lokasi itu sangat strategis untuk slacklining.
|
Pemasangan anchor. |
|
Pemasangan anchor. |
Aku belajar beberapa hal yang tidak aku tahu tentang instalasi longline dari Basuni, anggota Freeslack Solo yang juga partisipan MEPA UNS. Pekerjaan highrope yang ia geluti sebagai sampingan membuatnya terbiasa dengan berbagai peralatan dan simpul. Darinya, aku belajar penggunaan jumar untuk memberikan tarikan maksimal pada pulley system 4:1-ku. Serta simpul jangkar yang digunakan untuk menggantikan line-lock. Walau baik-baik saja, untuk hal ini aku tidak menyarankannya kepada kalian karena aku belum pernah mendengar kekuatan maksimal serta resikonya kecuali hanya dari pengalaman itu. Sebaliknya, aku memberikan tips kepada Basuni penggunaan pulley serta brake system yang efektif.
|
4:1 pulley system dengan single pulley + jumar tensioning system. |
Longline kami pasang dengan tinggi sekitar dua setengah meter pada anchor pohon cemara, dan sekitar lima meter dengan karang di dekat Batu Siung sebagai anchor. Perbedaan ketinggian itu sengaja kami pasang agar tidakline tidak terlalu slack saat melewati setengah lintasan ke depan, juga karena lokasi itu menjadi tempat lalu-lalang pengunjung pantai. Gulungan line 50 meterku hampir habis ditambah extensi kernamnetl statis 20 meter sebagai penarik pulley yang menandakan panjang lintasan mencapai lima puluh meter. Butuh waktu sekitar setengah jam untuk setup instalasi dan tiga orang penarik pulley hingga line berada pada posisi tensi maksimal.
|
Dari sekitar lima puluh meter lintasan, gagal pada dua puluh meter pertama. |
|
Jatuh. Lagi dan lagi. |
|
Tetap mencoba walau tidak bisa. |
Line terpasang dikelilingi orang-orang yang penasaran dengan olahraga baru ini. Sebagian pemanjat pun turut mencoba line, bahkan beberapa di antaranya bertaruh untuk menaklukkan line, kompetisi ciu kami menyebutnya. Beberapa bapak pun menaikkan anaknya di atas line. Sayang aku melewatkan highline di Jalur Jejak Petualang hari sebelumnya.
|
"Kompetisi Ciu, kami menyebutnya". |
|
Pendidikan keseimbangan sejak dini. |
Saat pertama naik di atas webbing longline, barulah aku sadar dampak purnama semalam. Angin yang sangat kencang menerpa terasa membuat line naik turun dalam kecepatan ekstrim. Dalam hitungan jam pun air tampak memenuhi batas pantai yang biasanya tak terkena ombak. Ternyata ombak pun mendapat efek yang sama.
|
Aktifitas stuntman sore hari. |
|
DIY Flying fox. |
|
Sekarang kalian tahu bagaimana ulah Freeslack Crew dan MEPA UNS. |
Berkali-kali aku mencoba peruntungan sembari menunggu angin mereda. Tapi hingga sore hari angin tak kunjung mereda dan akhirnya aku menyerah pada alam. Satu lagi perjalanan dari Siung membuahkan pekerjaan rumah selain rasa panas di perut karena sambal bawang dari warung Bu Anis.
|
Keluarga besar Freeslack Crew. |
Catatan : Spesial thanks untuk Ciputra Ade Maharjono untuk foto-foto kerennya.
Kalau jalan jalan ke Solo paling praktis sewa mobil di solo aja, kita bisa ke tempat wisata manapun yang kita mau
ReplyDelete