Highline Only for the WAkE Part 1

Posted by on Wednesday, May 7, 2014



"...it's more... Battling with myself" - Jerry Miszewsky pemegang rekor longline dan long-highline 2014

Slackline belum sepopuler BMX, skateboard, panjat tebing, atau olahraga extrem lain. Kami dan para pegiat lain bisa jadi merupakan pioner-pioner di Indonesia mengingat aktifitas ini masih sangat minim pegiat. Di sisi lain, ini berarti tantangan tersendiri bagi kami untuk terus berkembang sekaligus berupaya mengedukasi masyarakat tentang aktifitas-aktifitas yang "non-mainstream" ini.

Dan tentunya, dibutuhkan komitmen yang kuat dan mental yang militan jika tidak ingin tersingkir dari seleksi alam ini. Bukan terhadap kompetisi nyata antar sesama slacker, tetapi terhadap diri sendiri untuk tetap konsisten menggeluti aktifitas ini.



Senin 7 April 2014. Beberapa hari sebelumya, aku bertemu dengan staf pariwisata Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata (Dinporabudpar) Dharma Wahyu. Saat itu obrolan kami masih seputar lomba panjat tebing yang kami adakan.

Pemuda yang selisih lima-empat tahunan ini adalah sosok yang mengagumkan. Selain sebagai staf Dinpora, ia masih aktif menjadi pengurus harian FPTI Pengcab Banyumas. Dari panjat tebing pula lah ia dapat menjadi PNS.

Suatu waktu dalam hidupnya, ia adalah atlet berbakat yang tidak hanya disegani dalam kompetisi lokal. Ia beberapa kali mengikuti turnamen internasional, dan bahkan sempat meraih peringkat sembilan besar dunia. Spesialisasinya adalah speed climbing dengan rekor pribadinya delapan menit untuk papan lima belas meter. Angka yang terbilang keren untuk ukuran belasan tahun silam.

Aku mendengar reputasinya ini bukan dari dirinya, tetapi dari atlet-atlet Banyumas yang lain. Kami memanggilnya Mas Wiwit karena memang temasuk atlet senior di kalangan panjat tebing Banyumas. Sebagai staf yang terbilang muda, ia cukup terbuka dengan ide-ide baru seputar bidang kerja yang ia tangani. Jauh dari sosok yang tua, kolot, konvensional, dan stigma negatif PNs pada umumnya. Ia cukup peka juga dengan perkembangan olahraga di sekitar Banyumas.

Itu juga yang membuatnya menghubungiku untuk meminta pembuatan jalur baru canyoning di Lokawisata Baturraden. Itu merupakan hal yang cukup menggembirakan mengingat terkadang permasalahan ijin beraktifitas di ruang publik bisa sangat menyusahkan. Kesempatan ini pun tidak aku sia-siakan. Tanpa banyak membuang waktu, pembicaraan kami lanjutkan seputar teknis pemasangan bolt dan hanger.

Aku mencoba menghubungi men-share rencana pemasangan hanger ini dalam grup Canyoning Indonesia. Dan sayangnya tak ada yang merespon, beberapa orang slacker dan canyoneer lain pun tidak bisa membantuku. Ada sedikit perasaan malas karena harus melakukan semuanya sendiri.


Di saat seperti inilah mental kita diuji untuk tetap militan dan konsisten. Aku berusaha maklum, hal-hal yang tidak mainstream selalu sedikit orang yang terlibat. Mungkin akan berbeda ceritanya jika aku menggeluti skateboard atau BMX. Tetapi selalu ada proses untuk pembelajaran, sedikit pun pengalaman tetap akan membawa hal positif bagi diri kita.

Dengan belajar, belajar, dan belajar lah mental kita dibentuk. Dan itulah yang akan membedakan kita dengan yang lain. Agar level dan kemampuan kita yang akan selalu berkembang. Dan mereka yang telah beranjak profesional, pastilah telah kenyang mengalami situasi semacam ini.Pemasangan bolt dan hanger bukanlah perkara teoritis, butuh jam terbang dan pengalaman agar semakin terampil.


Perhitungan yang matang diperlukan, mulai dari karakter batuan, ukuran bolt, kedalaman lubang, sudut tarikan, kekuatan material, beban, dan variabel lain yang akan berbanding lurus dengan faktor keselamatan. Semuanya bukanlah hal yang dapat diukur dalam hitungan matematis. Sayangnya, keselamatan kita tergantung pada logam berdiameter sepuluh milimeter tersebut. Itu sebanya tidak boleh ada sedikitpun kesalahan. Sedikit kecerobohan bisa berakibat fatal.

Aku masih bersemangat untuk belajar bolting (istilah untuk pemasangan hanger, istilah lainnya adalah bombing). Sama seperti setahun lalu saat untuk pertama kalinya merasakan memasang bolt dan hanger di sekolah panjat tebing Skygers Bandung. Butuh beberapa kali percobaan menggunakan rockpecker atau handdrill agar hanger bisa terpasang sempurna. Aku masih ingat rasanya saat tangan memukulkan palu sambil memilin rockpecker selama setengah jam lebih untuk membuat satu lubang.

Beruntung sekarang aku dapat meminjam bor listrik yang bisa aku pakai saat menemukan spot baru. Satu lubang bisa selesai dalam satu atau dua menit dan penghematan tenaga yang sangat signifikan. Walaupun kekurangannya, bor listrik tidak sepraktis rockpecker untuk dibawa ke mana-mana.

Lebih dari dua puluh hanger selesai aku pasang selama dua hari dalam rute sepanjang beberapa ratus meter. Sebagian hanger aku buat sebagai anchor rapelling dan abseiling. Sepuluh di antaranya sengaja aku pasang untuk highlining.


Maka selesailah rute "Only for the WAkE. Tidak ada filosofis yang pasti tentang penamaan ini.


***Bersambung ke postingan berikutnya***

*Foto-foto dalam postingan ini juga diambil oleh Mas Wiwit a.k.a Dharma Wahyu.
*Ngomong-ngomong, walaupun belum dibuka untuk umum, jalur canyoning ini sudah muncul di media lokal.



Leave a Reply