Saat ini, hasil pencarian di google dengan keyword "slackline" akan
menghasilkan angka 4,190,000 laman. Sedangkan jika kita menggunakan
keyword "slackline Indonesia", jumlahnya hanya 94,700.
Hal ini
sangat mengejutkan,mengingat Indonesia menempati urutan keempat dari
populasi dunia, kurang mengenal mengenai apa itu slackline. Coba
tanyakan pada orang-orang di sekitarmu, berapa orang yang mengetahui apa
itu slackline. Atau jangan-jangan kamu sendiri tidak mengetahui apa itu
slackline.
Jika kita melihat jauh ke belakang tentang sejarah
perkembangan slackline, cukup mengejutkan jika slackline baru dikenal di
Indonesia dua tiga tahun belakangan. Sedangkan aku sendiri baru
mengenal slackline setahun terakhir. Sedangkan di Amerika, slackline
telah diperkenalkan sejak tahun 1984!
Aku dan Goz menunjukkan teknik berjalan di atas webbing kepada beberapa pedagang minuman di Taman Menteng Jakarta |
Aku sangat merasa seperti manusia gua yang baru mengetahui hal-hal baru.
Bagitu terkejut saat mendapati hal-hal sederhana telah berevolusi dan
berkembang begitu pesat saat aku keluar dari "gua". Aku tercengang
melihat aktifitas sederhana - berjalan di atas tali - telah berevolusi
menjadi olahraga yang melibatkan berbagai unsur yang kompleks. Bagaimana
tampak di vimeo maupun youtube para highliner berjalan meniti tali di
antara tebing-tebing dan pencakar langit. Atau para trickliner yang
berakrobat dan menjadi bintang kompetisi. Sungguh mencengangkan dan
membuat mata tak dapat terpejam.
Lihatlah diri kita, bagaikan
suku pedalaman yang tak tersentuh informasi. Sebanyak 238 juta
masyarakat Indonesia tampaknya adalah orang gua dan pedalaman yang butuh
edukasi tentang olahraga baru ini.
Sejak pertama bermain di
Taman Menteng Jakarta, aktifitas sederhana ini menyita perhatian tak
hanya satu dua orang. Tak hanya anak-anak, orang dewasa, para eksekutif
muda yang tengah berolahraga, hingga penjual minuman pun ingin mencoba
tali pipih yang Goz bawa.
Seorang penjual minuman sebelum memulai langkah pertamanya di atas webbing |
Mereka tampak antusias, dan kami pun menjelaskan bagaimana trik dasar untuk dapat berjalan di atas webbing slackline. Hal itu terus kami lakukan berulang-ulang setiap kali berlatih di Taman Menteng dan Taman Suropati.
Dalam obrolan kami, terlintas bagaimana kita sangat tertinggal tentang olahraga ini. Dan kami bertiga merasakan hal yang sama. Maka terlintas dalam benak kami. Ya, kita adalah manusia gua. Kita adalah suku pedalaman. Kami bertiga telah mendapat pencerahan. Dan tugas kami adalah memberikan pencerahan kepada anggota suku yang lain. Walaupun kami pun masih belajar, tampak seperti tugas kami untuk menyebarkan slackline seperti virus.
Beberapa mahasiswi tampak penasaran mencoba slackline. Taman Suropati Jakarta. |
English Translation in Progress