MMTC Video Project : Highlining Ndas Butho

Posted by on Friday, August 29, 2014


Layaknya seni, highline menyatukan setiap aspek dalam suatu bidang yang kita sebut petualangan. Adrenalin, tantangan, skill, semuanya terangkum dalam untuk menghadapi keadaan alam sesungguhnya. Pemahaman tentang faktor alam, keterampilan teknis, serta resiko bahayanya adalah keharusan. Dan keindahan alam adalah sebuah bonus, tergantung seberapa jauh daya jelajah kita.

Tingkat kesulitan dalam memilih tempat, anchor, dan instalasi line serta memastikannya aman merupakan sebuah perjuangan demi mendapatkan sebuah sensasi. Merasakan tempat yang tak pernah orang lain pijak, menyentuh udara yang tak pernah orang lain sentuh, serta melihat dari sudut yang tak pernah orang lain lihat. 

Maka, kepuasan yang tak dapat digambarkan adalah sebuah penghargaan yang layak terhadap diri sendiri. Sebuah etika dalam panjat tebing menyebutnya dengan istilah first ascent. Untuk sebuah penaklukan sekaligus pembuatan jalur baru. 



The Thrillseeker.
Tulisan ini merupakan rangkaian dari artikel sebelumnya, kalian bisa mengunjunginya di sini.

Senin, 19 Mei 2014. Masih dalam rangkaian pembuatan video dokumenter slackline untuk mahasiswa MMTC. Dua hari sebelumnya kami mengalami sedikit masalah dengan teknis dan spot slackline. Namun di hari ketiga ini, tanpa disangka, membawa kami pada salah satu spot terbaik yang pernah saya buat.

Petualangan kali ini dimulai dari Kedai Panjat Moro Seneng milik Mbah Wasto yang selalu menjadi basecampku di Pantai Siung. Sore sebelumnya kami datang ke tempat ini dan mensurvey kembali lokasi yang dua minggu sebelumnya saya survey. 

Di hari ketiga ini rencananya aku menjadi talent untuk segmen highline pada video dokumenter mahasiswa-mahasiswi itu. Tapi tentu saja, Sadham, Jalom, dan Pandu (yang terkhir menyusul rombongan) juga berkeinginan untuk mencoba jalur baru ini. 

Spot yang aku pilih ternyata cukup membuat nyali mereka ciut. Bisa dimaklumi karena di bagian tengah lintasan terdapat karang tajam yang menonjol ke arah lintasan. Walau panjang litasan tidak begitu panjang, sekitar dua belasan meter dan tinggi sekitar sembilan meter, namun tetap saja resiko bahaya bisa datang sewaktu-waktu.
Di ujung barat Pantai siung.

Apakah saya terlalu berani untuk mengambil resiko itu? Tidak, saya hanya cukup yakin dengan kemampuan saya. Dan sedikit nekat tentunya.

Maka diputuskan untuk mencari spot lain. Masih berada di Blok G Pantai Siung, berada di ujung tanduk peisir Siung yang berkarang, kami berjalan lebih jauh untuk mencari spot baru. Lokasinya cukup jauh, dengan medan yang sangat sulit. Aku teringat ada sebuah jurang yang cukup dalam di bagian itu. Sunsest spot yang aku dapat di kali pertama kali pertama aku mengunjungi pantai ini.

Dan ternyata benar, kami berhasil menemukan tempat itu. Sebuah jurang yang menghadap ke laut lepas. Dengan lengkung daratan dan sebuah pulau yang berada jauh di sebelah barat pantai. Angin bertiup sangat kencang dan terasa lengket di kulit. Angin bergaram inilah yang membuat hanger di setiap jalur panjat tebing di Siung tak pernah bertahan lama. 

Secara kasat mata, spot ini memiliki kesulitan menengah, tak terlalu tinggi. Mungkin sekitar dua belas meter, dengan panjang lintasan sekitar delapan belas meter. Tentu saja hempasan angin dan suara debur ombak menjadi distraksi yang harus diperhitungkan sebelum menjajal lintasan.

Di penghujung hari itu, kami harus memastikan ada lubang tembus alami yang bisa kami gunakan untuk anchor. Kami harus berpikir cepat. Kami hanya memiliki waktu sekitar dua jam sebelum matahari tenggelam, dan sebelum itu, kami harus bisa menemukan -minimal- empat lubang tembus pada masing-masing sisi jurang dengan ketinggian yang sama.
Instalasi lintasan.

Adalah sebuah keberuntungan karena tak cukup lama hingga akhirnya kami dapat menemukan lubang tembus yang ideal. Tersisa waktu sekitar satu setengah jam yang kemudian kami manfaatkan untuk memasang sling sebagai anchor untuk instalasi rigging. Dan... Kami selesaitepat waktu. Tepat waktu saat matahari telah tenggelam.

Oke, masalah terpecahkan. Tetapi masalah lainnya adalah kita terjebak di ujung karang Pantai Siung. Dengan tidak ada sinyal, tidak ada akses jalan yang memadai, dan tidak ada lampu senter! Oke, kami terjebak di sini, pikirku. Yang dapat kami lakukan adalah menunggu tim produksi yang datang mengevakuasi kami. Itu pun jika mereka menyadari keberadaan kami, karena mereka bergegas mencari listrik untuk mengecharge kamera, dan mentransfer data dari kamera. Mereka telah pergi menuju desa terdekat.

Berjalan ke arah basecamp tanpa penerangan adalah hal konyol. Kami harus naik turun tebing, dan sesekali scrambling/melipir di sisi tebing dapat membunuh kami. 

Teriakan entah siapa terdengar dan spontan kami menyahutnya. Mungkin pencari lobster, dan barangkali kami bisa numpang berjalan bersama memanfaatkan penerangan mereka. 

Ternyata Ciput baru datang dari Solo dan menyusul kami, dia pun mencari kami karena tidak mengetahui spot yang akan kami gunakan. Oke, problem solved dengan sedikit keberuntungan lain. 

Pagi berikutnya kami langsung memasang pulley system, line utama, serta back up pada sling yang telah kami pasang pada lubang tembus. Tak memakan waktu lama, karena anchor telah kami persiapkan sore sebelumya. Tak sampai dua jam, rigging telah terpasang. Nyaris sempurna. Tinggal test beban dan memasang lakban untuk menyatukan line utama dan back up. Biasanya temanku Yusak yang melakukannya, tapi kali ini aku harus melakukannya sendiri. Rigger (istilah untuk pemasang instalasi) harus bertanggungjawab atas instalasi yang dipasangnya. Selalu ada sedikit rasa was-was bagi yang mendapat kehormatan itu. Hahaha.

Menarik pulley system.
Semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Dan, saatnya berpesta.
She's so cute, isn't it?

Aku mendapat giliran awal untuk mencoba lintasan ini. Dua kali jatuh pada percobaan awal, lalu akhirnya aku menamatkan satu lap lintasan diiringi tepuk tangan dan teriakan yang memang sengaja disetting untuk sound in video. Hampir selalu ada sedikit rasa tidak yakin terhadap instalasi pada percobaan awal, telebih untuk lintasan baru. Itulah sebabnya jarang onsight (baca : keberhasilan menamatkan litasan pada percobaan pertama) pada first ascent. 
Fokus!




Hang Bat + Hand Lever.

On the line.
Jalom mencoba pada giliran berikutnya. Ia pun gagal onsight. Tetapi progress tampak pada aksinya di atas tali. Jalom tampak lebih tenang, konsentrasi, dan percaya diri. Hasil dari pola latihannya tampak padanya. Sangat jauh berbeda sejak pertama kai dia mencoba di atas tali, setahun yang lalu.
We'll miss that moment, mate.
Dalam setahun terakhir, Jalom terus berlatih slackline dengan pola latihan yang hampir sama denganku. Karena memang di Purwokerto, Jalom merupakan adalah salah satu partner berlatih yang selalu bisa diandalkan. Dibandingkan aku, progress Jalom memang lebih cepat. Hal ini dikarenakan ia mencoba juga setiap kali aku membuka jalur baru. Ia bahkan mulai paham tentang rigging setup. 
Jalom on the line.

Jalom again.
Jalom berhasil menamatkan satu lap lintasan. Giliran berikutnya, Sadham mencoba. Sadham mencoba dari sisi sebelah barat. Pada lima meter pertama Sadham terjatuh, sedikit gugup tampak pada mukanya. Tetapi ia tampak berusaha mempertahankan konsentrasinya. Aku paham persis rasanya. Ada pergulatan batin antara kemauan untuk tetap seimbang dan upaya mengalahkan ketakutannya. Sama seperti awal-awal aku mencoba highlining. 
Sadham on the line.

Sadham tampak bersusah payah saat tergantung dan mencoba bangkit. Ia kehabisan tenaga. Double drop knee mengakhiri langkahnya di atas tali hingga ia terjatuh dan akhirnya menyerah untuk meneruskan langkahnya.
Chongo mount.

Kamera masih menyorot kami dan putaran berikutnya bagi Pandu untuk beraksi di atas tali. Pandu pun mencoba dari sisi barat lintasan. Pandu berhasil menamatkan separuh lintasan. Pada seperempat lintasan berikutnya, Pandu mencoba duduk di atas tali. Ia mencoba combo butt bounce ke chest bounce. Tapi gagal mendarat kembali di atas tali. Pandu tergantung di atas tali dan seperti Sadham, Pandu kehabisan tenaga untuk menocba bangkit.
Pandu on the line.

Pandu chest bounce.

Beberapa jam berikutnya kami menyudahi sesi highlining dan melepas instalasi highline. Sebelum bergegas menuju base camp. Kami sibuk berdiskusi mencari nama yang cocok untuk lintasan yang baru kami buat ini. Nama Ndhas Buto tercetus dari mulut Sadham. Dan memang tampaknya cukup mewakili tempat ini di mana persis di samping lintasan terdapat karang besar yang konon berbentuk mirip kepala kelelawar. 
Ndhas Buto.
Matahari mulai temaram, sedikit rasa kurang puas dua hari terakhir sirna oleh keindahan foto-foto Ciput yang mengabadikan aksi kami di atas tali. Ia membingkai setiap kenangan dan sensasi yang kami rasakan di atas lintasan. Ada sebuah perasaan yang tak tergambarkan untuk melukiskan sensasi adreanlin, kebersamaan, dan keindahan karya Sang Pencipta.

Tunggu artikel selanjutnya.

Tunggu artikel selanjutnya.

Terkadang kita harus menerima kekurangan, dan menutupinya dengan keindahan lain. Di jalur ini mungkin kita tidak bisa menitikberatkan sisi ekstrim lintasan. Tetapi keindahan alam Pantai Siung membuat ego akan sisi ekstrim tergantikan. Inilah yang aku maknai sebagai seni highline. Sebuah keindahan sempurna dalam kesederhanaan bentuk dan gerak. Kompleks dalam desain, sederhana secara alamiah. 
Slacker, tim produksi, dan tim support.


NP : Saat itu matahari mulai condong ke arah barat, tetapi kami masih memiliki cukup waktu. Kami memasang lintasan longline di samping area parkir Pantai Siung. Sebelumnya, kami pernah memasang juga line di lintasan ini saat Indonesia Climbing Gathering tahun lalu, lebih detailnya silahkan baca di sini. Kami menggunakan pohon cemara dengan batu karang di samping acnhor jalur Siung Highlife. Hingga sekarang, semua dari kami masih belum menamatkannya. Kami masih belum memberi lintasan itu nama, dan kesepakatannya adalah bahwa yang berhasil menamatkan lintasan itu mendapat kehormatan untuk memberinya nama. Paragraf ini aku tulis karena berhubungan dengan artikel yang akan aku tulis nantinya. Tunggu di beberapa artikel berikutnya.

Terima kasih aku ucapkan kepada seluruh tim produksi yang secara langsung telah memberikan kontribusi terhadap jalur ini :
- Febri
- Vey
- Denny
- ALief
- Rahma
- Haris
- Elly
- Petra
- Awan
- Eco

Dan terima kasih secara khusus untuk ciputra Ade Maharjono yang telah mengabadikan berbagai moment dalam komunitas kecil kami.

Dan tentu saja, Dika Rimbawati yang entah kita sebut apa hubungan kita.

You guys RAD!

Leave a Reply