Slackline Peduli Gunung Slamet

Posted by on Friday, August 29, 2014


Dalam ilmu sosial, konflik dapat berperan ganda. Dapat memecah sebuah komunitas sosial, sekaligus juga dapat menyatukan komunitas sosial itu sendiri. Saat terjadi bencana alam, walaupun hanya sebagian kelompok yang terkena dampak secara langsung, namun pada akhirnya tetap menjadi duka bersama. Solidaritas, dalam bentuk apa pun itu, adalah tanggungjawab bersama.





Sebelumnya, coba cek link berikut : http://www.youtube.com/watch?v=LbFGqOYl-NE

Minggu, 25 Mei 2014. Sejak awal tahun ini tampaknya berbagai bencana menerpa Indonesia. Dimulai dengan banjir yang menerjang di hampir seluruh kabupaten di Indonesia di Bulan Januari-Februari. Disusul dengan Bencana erupsi Gunung Kelud yang dapat dirasakan merata di seluruh Pulau Jawa. Serta Banjir dan Longsor di Sumatera.

Tidak hanya mereka yang tinggal di lokasi bencana, hampir semua orang di negara ini tampaknya terkena dampak bencana itu. Tak terkecuali dengan masyarakat di Banyumas, tempatku tinggal. Hal ini sangat terasa bahkan dampaknya terasa lebih lama karena isu kenaikan status Gunung Slamet yang fluktuatif di akhir bulan Maret hingga awal Mei lalu.

Terutama bagi masyarakat di kawasan Baturraden yang teletak di kaki Gunung Slamet dan mengandalkan sektor pariwisata sebagai pemasukan mereka. Penurunan pengunjung adalah musim paceklik. 
Dari berbagai data kunjungan wisatawan di beberapa lokasi wisata, menunjukkan penurunan yang sangat signifikan. Garfisnya mencapai enam puluh lima persen dibanding bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Ekspose media yang berlebihan menjadi salah satu faktor yang membentuk citra negatif terhadap kawasan wisata Baturraden. Hingga tercipta kondisi state of fear dan kecemasan berlebih bagi para wisatawan luar daerah.

Ditambah moment pemilihan wakil rakyat juga memperparah isu status kewaspadaan Gunung Slamet. Beberapa calon wakil rakyat mencoba mencari perhatian dengan membagi masker, seakan-akan Gunung Slamet berada pada level yang mebahayakan. 

Nyatanya, warga yang berada dalam radius dua belas kilometer dari puncak Slamet pun hanya menganggap erupsi itu sebagai aktifitas normal. Di sisi lain, hal ini menunjukkan fungsi kontrol sosial oleh media massa. Tidak ada yang salah dengan media karena mereka menjalankan tugas mereka sebagaimana mestinya.

Banyak pihak mengeluhkan kondisi ini hingga mendorong beberapa pihak untuk menggelar event bertajuk Pasar Seni Baturraden Inyong Ora Pa-pa. Tidak hanya pelaku wisata Baturraden, event ini juga melibatkan kalangan generasi muda. Tampil di event itu secara sukarela merupakan salah satu bentuk kepedualian terhadap kota tercinta.
Suara Merdeka, Sabtu 24 Mei 2014.
Tidak terkecuali dengan Indoslackline dan Canyoning ID yang mendapat undangan. Banyak melakukan aktifitas di sekitar Baturraden membuat kami tercatat dalam list performer. Event itu merangkum banyak komunitas dan seni pertunjukkan seperti kesenian Lengger, Kenthongan, Cowongan, Barongsai, Live music, slackline, canyoning, komunitas reptil, komunitas skateboard, komunitas sulap, dan komunitas cosplay.
Aku dan Sadham, yang kebetulan sedang berkunjung ke Purwokerto memasang rigging di atas Baturraden Cascade. Ini adalah kedua kalinya aku mencoba menaklukkan lintasan sejauh lebih dari tiga puluh lima meter itu. Ulasan sebelumnya bisa kalian baca di sini.

Kami juga memasang line dan mempertunjukkan eksebisi trickline. Cukup banyak yang tertarik juga dengan aksi kami karena memang tidak setiap hari ada. Sayangnya aku gagal menamatkan lintasan highline. Memang masih cukup sulit untukku dengan panjang lintasan itu. Setiap kali aku jatuh dan kembali bangun, tenagaku habis di sepertiga lintasan.
Suara Merdeka, Jumat 30 Mei 2014.
Sedangkan Sadham, ia masih demam panggung di hadapan banyak penonton. Tapi setidaknya kami cukup bergembira. Lebih dari itu, kami telah berusaha memberikan sedikit kepedulian kami untuk kota tercinta sesuai kemampuan yang kami miliki. 

Namun target kami untuk memfasilitasi media cetak dan televisi agar memulihkan citra positif Gunung Slamet lumayan mengena. Hal ini tampak dari banyaknya media yang mengangkat isu menurunnya aktivitas Gunung Slamet dari siaga kembali menjadi waspada melalui event itu.

*foto oleh Dian Aprilianingrum dan Isro Adi

Leave a Reply